Jumat, 12 Juni 2009

membentuk karakter anak

Baru abis baca tulisan mengenai flu babi dari Dr.Ali Al Hammadi di majalah tarbawi...hmmm. Kembali ujung-ujungnya aku bicara tentang sifat. Umat muslim begitu percaya makanan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sifat seseorang. Meskipun belum ada pembuktian secara ilmiah tapi kita sebagai seorang beriman wajib tunduk dan percaya pada ajaran Islam. Kalo dipikir-pikir secara logika pernyataan ini bisa menjadi benar dan sangat masuk akal. Aku ingat ketika "ngobrol" dengan salah seorang sahabat ku yang kuliah di kedokteran. Bahwa yang namanya dokter ketika melihat bayi yang baru lahir dari panjang dan berat badan aja udah bisa nebak ini anak sifatnya seperti apa, apalagi kalau bayi tersebut prematur.
tapi kalau dihubungkan dengan akhlaq dan makanan.... ya bener juga sih, besar dan berat bayi kan juga awalnya ditentukan dari kondisi orang tuanya selama mengandung, apakah asupan gizinya cukup, apa yang dia makan, bagaimana pola makannya, bagaimana tingkat stressnya, dll. Subhanallah ya...ALLAH emang kasih clue kepada kita tentang segala penciptaannya. Ketika iman sudah sampai ke dasar hati sebetulnya kita tidak lagi membutuhkan penelitian dan statistik untuk membenarkan sebuah teori. Dan inilah sifat dasar ALLAH yang hanya bisa ditembus dan dipahami lewat mata hati.
Penelitian dan statisik hanya dasar untuk mempertegas logika dan ini yang membedakan antara sifat ALLAH dan ciptaannya. "Lam yalid walam yuulad.walam yakullahuukufuwan ahad"....tidak ada satu makhlukpun yang serupa dengan Dia. sifat ALLAH itu tidak terukur dan tidak butuh alat pengukur "ALLAHunuurussamaawati wal ardh" sedangkan sifat ciptaanNya selalu terbatas dan membutuhkan ukuran.

Bicara tentang sifat dan pembentukan karakter seorang anak...aku jadi inget sebuah buku yang berjudul bimbingan psikoterapi Islam. Awalnya aku beli buku ini buat mempelajari tentang bagaimana menjadi seorang therapis yang bukan cuma mengobati fisik yang sakit tapi juga mampu mengobati ruh yang sakit. Tapi ternyata isi nya jauh lebih menarik dari itu semua...kita diajak berfantasi memahami karakter orang bukan hanya dari sisi muamalah (seperti ilmu psikologi pada umumnya) tapi juga memahami karakter orang dari sisi hablumminallah (kedekatan pada ALLAH). Satu hal yang menarik dari cerita di buku ini adalah ketika seorang pasien curhat kepada penulis buku ini tentang kondisi anknya yang selalu melawan orang tuanya. Betapapun nasihat telah dilontarkan bertubi-tubi ternyata tidak ada yang masuk dan menyentuh hati sang anak. Dengan santai si penulis mengajak orang tua tersebut untuk mereview ulang sepak terjang kehidupan mereka. Apakah mereka memulai sebuah pernikahan dari niat yang benar? Apakah ketika menikah kedua orangtua dalam kondosi ridho? Bagaimana sikap mereka terhadap orang tua? Bagaimana pasca menikah...apakah memiliki konsep pendidikan terhadap anak yang jelas? Bagaimana selama ini mereka mendidik anak-anak...apakah sudah sempurna menurut tuntunan islam? Makanan dan pakaian halal kah yang mereka berikan? dan pertanyaan-pertanyaan lain yang pada akhirnya membuat muka orangtua tersebut memerah karena menahan malu. Bagaimana mungkin menginginkan anak sholeh kalau pola pendidikan tidak sholeh, padahal sekolah pertama buat seorang anak adalah rumah dan kedua orang tuanya.

Aku yang baca aja sedikit tersentak (padahal aku sendiri belum nikah ya hehee...) apalagi yang ngerasain ya... Ternyata memang gak gampang jadi orang tua...menjadi pendidik seumur hidup yang akhirnya hasil didikannya akan dipertanggungjawabkan hingga akhir kelak. Membutuhkan kekuatan ruh yang luar biasa dan itu membutuhkan pembiasaan-pembiasaan sifat baik dan arif yang seharusnya sudah dipupuk jauh sebelum pernikahan itu dimulai. Itu sebabnya Lukman Al Hakim selalu menasehati anaknya untuk selalu bersyukur terhadap kedua orang tuanya karena memang jadi orang tua itu gak gampang. Hikmahnya agar kelak kita pun menjadi orang tua yang disyukuri oleh anak-anak kita (hehehe.... sok tua banget yah).

udah ah...kalau udah ada ide dilanjutin lagi ^_^