Minggu, 31 Mei 2009

hari ini 28 tahun yang lalu

Hari ini tepat 28 tahun yang lalu seorang wanita meringis menahan sakit...pertaruhkan nyawa demi sebuah nyawa. Harap-harap cemas menanti takdir ALLAH yang akan tercatat pada nasib seorang jundi kecil apakah kelak ia benar-benar akan menjadi jundi ALLAH yang setia atau sebaliknya.

"Rabbanaa hablanaa min azwaajinaa wazurriyyaatinaa qurata a'yun waj'alnaa lil muttaqiina imaama". Sebuah doa yang tak pernah lepas dari mulut wanita tersebut dalam setiap usai shalatnya menjadi bukti harap terhadap jundi kecilnya bahwa dia kelak harus memboyong kedua orangtuanya untuk menuju syurga ALLAH nan Maha luas.

oeeeek....oeeeek...oeeeek tangis seorang jundi memecah keheningan malam yang semula sepi. Senyum bahagia, takbir dan hamdallah saling bersambut dari orang-orang yang berada disekitarnya tak peduli
isak tangis seorang jundi yang seolah menggambarkan bahwa dia sadar akan tugas barunya memikul amanah ALLAH menjadi khalifah di muka bumi setelah 9 bulan merasa nyaman didalam kantung rahim yang terjaga penuh dan tak perlu peluh. Lantunan adzan memasuki telinga kanan dan iqomat ditelinga kiri menjadi ijab qabul yang indah seorang jundi terhadap Tuhannya bahwa dia adalah seorang muslimah. "Asyhadu bi anna muslimuun" dan jundi itu adalah aku.

ya ALLAH ajari aku untuk berterimakasih kepada kedua orang tua ku yang telah mendidik aku untuk menjadi manusia yang takut dan hanya takut kepada-Mu. Terimakasih ya ALLAH atas segala nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua orang tua ku.

Rabu, 06 Mei 2009

How to be Wise

Menjadi orang bijak memang tidak gampang...dibutuhkan keleluasaan hati yang luar biasa untuk bisa merekam dan mencerna setiap kejadian. Terkadang kita merasa apa yang kita lakukan sudah cukup bijak tetapi ternyata banyak orang menganggap kita tidak bijak. Membuat orang seperti apa yang kita mau tidaklah mungkin tetapi kita juga punya keterbatasan untuk bisa menjadi apa yang orang mau.

Lalu berjalan pada koridor yang manakah kalimat bijak itu berada?

Sekedar mengingat satu kisah dari Lukman (seorang yang telah dijuluki si Bijak) oleh ALLAH SWT. Suatu hari Lukman bersama anaknya sedang melakukan perjalanan dengan membawa seekor kedelai. Kemudian Lukman meminta anaknya untuk naik keatas punggung keledai dan dia membiarkan dirinya berjalan sepanjang perjalanan yang mereka susuri. Tiba-tiba ditengah perjalanan seseorang berkata pada mereka bahwa betapa tidak berbaktinya anak dari Lukman yang membiarkan orang tuanya berjalan sementara dia sendiri enak-enakan duduk diatas keledai. Mendengar perkataan itu mereka langsung beralih posisi, Lukman duduk diatas keledai dan anaknya berjalan. Ditengah perjalanan selanjutnya seorang berkata kepada mereka bahwa betapa jahatnya Lukman yang membiarkan anaknya berjalan sementara ia enak-enakan duduk diatas keledai. Mendengar perkataan itu akhirnya mereka sepakat untuk menaiki keledai itu berdua, akan tetapi orang ketiga berkata bahwa mereka telah dzhalim kepada keledai karena seenaknya saja menaiki keledai sekecil itu berdua. Akhirnya diputuskan bahwa mereka tidak akan menaiki keledai itu...tapi ditengah perjalanan mereka ditegur oleh orang ke empat dengan mengatakan bahwa Lukman dan anaknya telah bersikap mubazir dan tidak mensyukuri nikmat ALLAH karena membiarkan keledai itu tidak dinaiki.

Cerita ini sebetulnya mengingatkan kita bahwa kecuali Rasulullah SAW, tidak ada orang yang mutlak benar didunia ini. Karena sunatullahnya ALLAH menciptakan kita berbeda untuk saling mengenal. Tinggal bagaimana kita bisa menerima perbedaan itu dengan lapang (mengalah) dan tidak saling memaksakan pendapat. Antara kita dan orang lain adalah bagaikan keping keping sifat yang masing-masing punya kekurangan dan kelebihan. Kalau keping-keping itu disatukan justru akan membawa pada sifat seimbang. Seperti sifatnya unsur unsur dalam kimia yang selalu kekurangan elektron /proton tertentu (kecuali untuk golongan logam mulia...aku selalu menganalogikan unsur-unsur dalam golongan logam mulia adalah unsur-unsur istiqomah yang tidak terpengaruh oleh apapun), ketika antara mereka mau saling berbagi pada akhirnya akan membentuk sebuah ikatan yang begitu kuat. Yah mirip mirip golongan logam mulia dah....Indah bukan?

jadi kalau begitu apakah bisa saya tarik kesimpulan bahwa sebetulnya kunci bijaksana adalah berusaha istiqomah? istiqomah menurut saya tidak berbelah pada apapun, artinya berbanding lurus dengan adil. Adil tercapai manakala tidak ada lagi yang saling interupsi, artinya berbanding lurus dengan ikhlas.

Kesimpulan kedua kalau kunci bijaksana adalah berusaha istiqomah maka jalan menuju istiqomah adalah ikhlas.

Kesimpulan ini sebetulnya juga bukan tidak mempunyai dasar...didalam AL Quran pun telah dijelaskan bahwa ketika syaithan terusir dari surga, dia berjanji untuk menggoda seluruh anak keturunan Adam dari sisi depan, belakang, kanan dan kiri kecuali hamba-hamba ALLAH yang ikhlas. Dalam hal ini syaithan begitu tau bahwa hamba-hamba ALLAH yang ikhlas tidak akan bisa tergoda oleh apapun karena yang dihatinya adalah ALLAH.

Arinya istiqomah itu harus dimulai dari ikhlas dan tidak ada kata bijaksana bagi orang yang plin-plan.

Mengkritisi kebijakan itu mudah
tetapi ternyata berbuat bijak tidak gampang ...banyak sekali kejadian dimana ketika kita pintar mengkritisi orang ternyata ketika kita ditempatkan pada posisi dia...kita juga jatuh bahkan lebih parah. Kenapa terjadi? karena pada hakikatnya ALLAH SWT telah menciptakan manusia dengan intuisinya masing-masing...yang kalau tidak ditempatkan pada posisinya yang terjadi adalah jatuh.
Kalau kita cermati kerap kali
ALLAH SWT berusaha menunjukkan kekuasaanNya kepada kita dengan mengatakan kalimat-kalimat serupa, yang secara tidak langsung sebenarnya dilakukan dengan cara memasuki intuisi manusia yang berbeda-beda itu.
Tahukah kita kalimat-kalimat apa gerangan?
-- Tanda-tanda kekuasaan ALLAH bagi orang-orang yang mau berfikir
-- Tanda-tanda kekuasaan ALLAH bagi orang-orang yang mau mendengar
-- Tanda-tanda kekuasaan ALLAH bagi orang-orang yang beriman
-- Tanda-tanda kekuasaan ALLah bagi orang-orang yang mengerti
-- Tanda-tanda kekuasaan ALLAH bagi orang-orang yang mengetahui
-- Tanda-tanda kekuasaan ALLAH bagi orang-orang yang memahami
-- Tanda-tanda kekuasaan ALLAH bagi orang-orang yang bertakwa
Dan masih banyak lagi

Dalam ilmu psikologi mungkin intuisi intuisi diatas bisa di analogikan dengan gaya belajar seseorang seperti auditori (yang lebih mengandalkan pendengaran), kinestetik (yang lebih banyak "learning by doing"), visual ( yang lebih mengandalkan penglihatan) atau lebih kearah gaya bekerja konverger, diverger, assimilator dan eksekutor. Wallahu a'lam

Hmmmm sebuah tulisan yang sepertinya nggak nyambung dari awal sampe akhir...tapi aku senang karena bisa menarik sebuah kesimpulan khusus dari seluruh koridor pemikiran yang aku tulis ini, bahwa...menjadi orang bijak harus dimulai dengan belajar istiqomah, belajar ikhlas dan belajar mengenal karakter.

ALLAH ajari aku untuk memahami semua ini...

Jumat, 01 Mei 2009

belajar dari seorang pengamen

Kenapa ya...tiba2 aku jadi inget pengamen yang pernah aku temuin dulu jaman kuliah....sepertinya aku harus lebih banyak belajar dari orang-orang seperti mereka. Jadi ceritanya waktu itu aku lagi nungguin temen yang lagi beli makan malem di sebuah warung tenda di pinggir jalan margonda. Tiba-tiba muncul seorang pengamen bertopi yang menyanyikan lagu ebiet g ade. Lagunya lumayan bagus...petikan gitarnya juga halus... menyihir belasan pengunjung warung tenda itu untuk larut dengan tenggelamnya malam secara tidak disadari.

Setelah beliau selesai menyanyikan lagu tersebut...beliau mengangkat topi dan mulai berkeliling kepada setiap pengunjung warung tenda, meminta sedikit saja dari kelebihan rezeki yang sedang mereka nikmati saat itu. Tapi ternyata tidak seorang pun yang memberinya uang termasuk aku karena memang saat itu aku benar-benar gak bawa uang. Sekilas aku melihat kekecewaan pada wajah pengamen tersebut. Tapi sebentar kemudian dia berusaha untuk menutupi kekecewaannya dan bernyanyi warung tenda sebelah kami.

saat itu aku berfikir...sanggupkah aku menjadi dia? yang terus berjalan walau harus dihantam penolakan dengan berbagai alasan (entah karena pengunjungnya gak punya uang lebih, dicuekin karena ngobrol, atau memang pengunjungnya bener-bener pelit)

tapi pengamen itu begitu tegar...dia begitu sanggup untuk menerima penolakan. dia begitu sanggup untuk merendahkan harga dirinya di depan orang banyak. dia begitu sanggup untuk susah, sakit dan kecewa.

Sementara aku...aku begitu sanggup untuk menjadi seorang sarjana...aku begitu sanggup untuk menjadi orang sukses aku begitu sanggup menerima kenyataan hidup itu mudah....sanggupkah aku menjadi dia? Sebetulnya pengamen itu justru lebih hebat dari aku karena pastinya diapun juga sanggup untuk menjadi sarjana, menjadi bos besar di sebuah perusahaan mewah, menjadi orang penting, sanggup untuk hidup layak. Tapi ternyata dia lebih cerdas memaknai hidup dari pada seorang aku yang sebentar-sebentar mengeluh.

Saat itu aku begitu menyadari bahwa secara tidak disadari sebenarnya aku telah menjadikan dunia menjadi thagut dalam diriku..dan perenungan tentang beliau ternyata menjadi cambuk buat diriku sendiri.

tapi kenapa ya... akhir-akhir ini aku merasa begitu nyaman dengan kondisi ku...begitu banyak kemudahan yang ALLAH berikan kepadaku. Bukan aku tidak bersyukur...tapi aku takut jatuh dan terlena dengan kondisi ini, lebih parah lagi kalau aku menjadi takut terhadap masalah.
Sepertinya aku harus banyak merenung yah...ada apa dengan diriku...semoga ALLAH tidak menakdirkan aku seperti abu lahab yang taubatnya tidak diterima oleh Rasul dan para khalifah. Kalaupun ALLAH menakdirkan aku untuk tetap jatuh aku berharap diriku seperti abu darda yang kembali lagi merengkuh cinta ALLAH dalam kenikmatan menjadi zuhud diantara gelimang harta yang dimiliki setelah ia tertipu beberapa saat.


Ah...ALLAH...ajari aku untuk memaknai semua ini


Ketika semua jalan mulai terbuka...Nilai sebuah tantangan menjadi terasa tak bermakna...ALLAH ajari aku untuk bertahan walau seribu pujian menghantam keikhlasan...