Jumat, 01 Mei 2009

belajar dari seorang pengamen

Kenapa ya...tiba2 aku jadi inget pengamen yang pernah aku temuin dulu jaman kuliah....sepertinya aku harus lebih banyak belajar dari orang-orang seperti mereka. Jadi ceritanya waktu itu aku lagi nungguin temen yang lagi beli makan malem di sebuah warung tenda di pinggir jalan margonda. Tiba-tiba muncul seorang pengamen bertopi yang menyanyikan lagu ebiet g ade. Lagunya lumayan bagus...petikan gitarnya juga halus... menyihir belasan pengunjung warung tenda itu untuk larut dengan tenggelamnya malam secara tidak disadari.

Setelah beliau selesai menyanyikan lagu tersebut...beliau mengangkat topi dan mulai berkeliling kepada setiap pengunjung warung tenda, meminta sedikit saja dari kelebihan rezeki yang sedang mereka nikmati saat itu. Tapi ternyata tidak seorang pun yang memberinya uang termasuk aku karena memang saat itu aku benar-benar gak bawa uang. Sekilas aku melihat kekecewaan pada wajah pengamen tersebut. Tapi sebentar kemudian dia berusaha untuk menutupi kekecewaannya dan bernyanyi warung tenda sebelah kami.

saat itu aku berfikir...sanggupkah aku menjadi dia? yang terus berjalan walau harus dihantam penolakan dengan berbagai alasan (entah karena pengunjungnya gak punya uang lebih, dicuekin karena ngobrol, atau memang pengunjungnya bener-bener pelit)

tapi pengamen itu begitu tegar...dia begitu sanggup untuk menerima penolakan. dia begitu sanggup untuk merendahkan harga dirinya di depan orang banyak. dia begitu sanggup untuk susah, sakit dan kecewa.

Sementara aku...aku begitu sanggup untuk menjadi seorang sarjana...aku begitu sanggup untuk menjadi orang sukses aku begitu sanggup menerima kenyataan hidup itu mudah....sanggupkah aku menjadi dia? Sebetulnya pengamen itu justru lebih hebat dari aku karena pastinya diapun juga sanggup untuk menjadi sarjana, menjadi bos besar di sebuah perusahaan mewah, menjadi orang penting, sanggup untuk hidup layak. Tapi ternyata dia lebih cerdas memaknai hidup dari pada seorang aku yang sebentar-sebentar mengeluh.

Saat itu aku begitu menyadari bahwa secara tidak disadari sebenarnya aku telah menjadikan dunia menjadi thagut dalam diriku..dan perenungan tentang beliau ternyata menjadi cambuk buat diriku sendiri.

tapi kenapa ya... akhir-akhir ini aku merasa begitu nyaman dengan kondisi ku...begitu banyak kemudahan yang ALLAH berikan kepadaku. Bukan aku tidak bersyukur...tapi aku takut jatuh dan terlena dengan kondisi ini, lebih parah lagi kalau aku menjadi takut terhadap masalah.
Sepertinya aku harus banyak merenung yah...ada apa dengan diriku...semoga ALLAH tidak menakdirkan aku seperti abu lahab yang taubatnya tidak diterima oleh Rasul dan para khalifah. Kalaupun ALLAH menakdirkan aku untuk tetap jatuh aku berharap diriku seperti abu darda yang kembali lagi merengkuh cinta ALLAH dalam kenikmatan menjadi zuhud diantara gelimang harta yang dimiliki setelah ia tertipu beberapa saat.


Ah...ALLAH...ajari aku untuk memaknai semua ini


Ketika semua jalan mulai terbuka...Nilai sebuah tantangan menjadi terasa tak bermakna...ALLAH ajari aku untuk bertahan walau seribu pujian menghantam keikhlasan...





Tidak ada komentar: