Senin, 29 November 2010

berbagi tips memperindah bacaan al qur an kita

Tulisan ini saya buat dalam rangka keprihatinan saya dalam melihat bahwa tidak sedikit dikalangan aktivis dakwah yang tidak pandai membaca al qur an dengan baik. Padahal al qur an adalah sumber ilmu dan peletak dasar hukum bagi sendi sendi kehidupan kita. Bagaimana mungkin kita menyeru orang lain untuk kembali kepada al qur an kalau kita sendiri kurang taqarrub pada al qur an. Bagaimana mungkin kita mengenalkan keindahan al qur an kalau kita sendiri tidak bisa merasakan keindahannya ketika kita membacanya. Apalagi kalau bacaan kita yang tidak baik itu didengar oleh mutarobbi kita...kita terus asik membacanya padahal secara tidak disadari ternyata yang kita baca sebenarnya bukan kalam ILLAHI (karena bacaan kita salah). Bukan bermaksud untuk mengucilkan para aktivis yang punya segudang ghiroh dalam menegakkan panji islam...Tapi hendaknya kita punya azzam untuk terus memperbaiki dan menyempurnakan bacaan kita setiap saat.


Sekedar sharing....hal pertama yang membuat saya tertarik dalam dunia tarbiyah adalah karena kelihaian murobbi saya dalam membaca al qur an. Entah kenapa setiap beliau membaca kalam kalam ALLAH...hati ini selalu bergetar...merasakan kedamaiannya...merasakan keindahannya. Sejak saat itu saya menilai bahwa kelihaian seorang da'i untuk bisa membaca al quran dengan baik adalah PENTING!!! dan saya berazzam untuk bisa membaca al qur an dengan baik.

Umar bin khattab masuk islam karena jatuh cinta dengan ketinggian dan keindahasan bahasa al qur an, abu sofyan dan abu jahal yang sebegitu membenci umat islam sering secara diam diam mendengarkan lantunan al quran yang dibaca oleh Rasulullah. Tahukah kita bahwa betapa banyak orang orang non muslim yang menjadi muallaf karena senang mendengar adzan....Lalu kenapa kita tidak menggunakan bahasa surga ini untuk menggugah kesadaran orang lain dari alam bawah sadar mereka?

Namun tentunya belajar al membaca al qur an bukan suatu proses yang sebentar...butuh ksabaran dan kontinuitas yang tinggi....saya sendiri butuh waktu bertahun tahun untuk bisa menyempurnakan bacaan saya...bahkan sampai saat ini pun masih berproses.

Untuk kali ini saya cuma mau share kepada teman2 yang kebetulan mampir ke alchemistcorner tentang satu pertanyaan yang seringkali teman2 saya tanyakan kepada saya dan selalu saya jawab dengan jawaban yang sama...mudah2an ALLAH menjauhkan saya dari sikap ujub dan riya' dan saya memohon ampun pada ALLAH jika saja ada terselip sikap sikap seperti ini dalam tulisan2 saya.


Teman teman saya sering bertanya bagaimana caranya untuk bisa membaca al qur an dengan alunan suara yang bagus dan enak di dengar. Sebenarnya gak pede juga menjawab pertanyaan ini karena saya bukan seorang yang ahli dalam bidang al qur an...bahkan hafalan pun masih "blang blentong". Tapi gak apa apa lah mudah2an sedikit tips dari saya bisa membantu teman teman yang ingin bisa menikmati bacaan AL Qur an dari lidah sendiri


Secara umum,

1. Faktor bahasa ibu sedikit banyaknya memiliki pengaruh pada pola bacaan qur an kita. Buat yang berasal dari daerah sumatera biasanya akan lebih mudah menguasai alunan bacaan qur an terlebih dahulu ketimbang tajwid. karena memang dialek orang orang melayu mirip dengan dialek orang orang arab sana (namanya juga keturunan). Lain halnya dengan orang orang jawa...mungkin akan lebih mudah menguasai tajwid terlebih dahulu ketimbang menguasai alunannya. Tapi bukan berarti gak bisa...insyaALLAH bisa walau harus berusaha lebih keras. Saran saya berusahalah untuk sering sering meniru dialek arab sebisa mungkin.

2. Saya punya satu kebiasaan sejak kecil dan mungkin saja ini ada pengaruhnya...ibu saya biasa memberikan sari jeruk nipis/jeruk lemon untuk saya dan minuman ini adalah favorit saya. Belakangan saya baru tau bahwa jeruk nipis adalah herba yang direkomendasikan oleh Rasulullah yang salah satunya berfungsi untuk memperindah suara dalam membaca al qur an.

3. Membiasakan diri untuk mau berlelah lelah dengan AL Quran. Kalau mudah putus asa atau lebih mementingkan rasa malu untuk belajar al qur an ...insya ALLAH gak akan pernah bisa sampai kapanpun.


Secara khusus,

1. Biasakan membaca al quran setiap hari walau tidak banyak tetapi konsisten untuk mempertahankan setiap tajwid yang telah kita ketahui. atau kalau perlu kita jadwal misalnya 1,5 jam setiap hari.

2. Biasakan membaca al qur an dengan suara yang terdengar oleh orang lain (bukan suara pelan). jangan membaca al qur an dengan menahan suara...lepaskan saja apa adanya. Gunanya adalah untuk belajar melatih nafas, membiarkan orang yang mendengar mengkoreksi setiap bacaan kita dan insyaALLAH setiap sudut ruangan dari tempat yang terdengar bacaan al qur an kita akan dijaga dari gangguan jin.

3. Coba dengarkan satu kaset murottal yang kita suka (kalau bisa speed bacaannya jangan terlampau lama dan terlampau cepat). Dengar dengan seksama untuk surat surat yang kita hafal. Tirulah bagaimana cara qori membacanya...nada bacaannya... tinggi rendah suaranya...liuk liuk bacaannya...panjang pendek nafasnya...sampai tajwidnya. Rekam didalam otak kita mulailah untuk meniru perlahan lahan kalau perlu sampai menghayati seolah olah kita adalah qori dari murottal yang sedang kita dengarkan....bayangkan dan rasakan....sampai kita benar benar faham dengan pola bacaannya. Dan mulai ikuti polanya untuk bacaan tersebut.

4. Belajar untuk membaca al quran dengan irama (walaupun jelek gak apa apa .... pede ajah....insyaALLAH kalau dilatih terus irama yang semakin indah akan keluar dengan sendirinya).

5. Tips termudah untuk mengasah kemampuan untuk membaca al aquran dengan irama yang baik adalah bacalah al quran dengan penghayatan yang baik...rasakan bahwa seolah olah kita sedang berbicara kepada ALLAH. Kalau kita tahu bahwa ayat ini sedih kita ikut menghayati kesedihannya...kalau ayat ini sedang gembira kita rasakan kegembiraannya... jadi...tidak lagi terjebak dalam sekedar memperhatikan tajwid bacaan al quran.

Misalnya kalau kita sedang mendengar alunan surat al ikhlas dari ustadz ali basyfar....bayangkan dan rasakan bahwa kita adalah seorang ali basyfar yang sedang membaca surat al ikhlas di depan ribuan jamaah...kita membaca dengan alunan yang indah...seolah ribuan malaikat sedang mencatat keindahan itu...kita membaca dengan begitu indahnya...dengan pengahayatan yang tinggi terhadap setiap makna yang terkandung dari surat al ikhlas...bahwa kita hanya mengEsakan ALLAH semata dan begitu takjub dengan kebesarannya (teknik ini adalah salah satu tips dari hipnoterapi untuk menjadi apa yang kita mau) insya ALLAH pelan pelan irama irama indah itu akan keluar dengan sendirinya.

5. Gerak mata membaca harus lebih cepat dari gerak mulut bersuara...agar bacaan kita semakin lancar. dan berusahalah untuk membaca al quran dengan nafas yang panjang,tenang dan teratur... dengan begini kita akan semakin mudah mengalunkan bacaan al quran tanpa harus terganggu dengan nafas kita yang pendek pendek.
Bagaimanakah cara melatih nafas yang panjang dalam membaca al qur an?
Saya sarankan untuk belajar membaca surat an Naas dalam 1 nafas. Tarik nafas yang dalam...keluarkan pelan pelan ketika membacanya...tetap jaga tartil. Kalau sudah sanggup pindah ke surat lain yang lebih panjang. Dengan begitu selain belajar bernafas panjang...juga kita akan mengetahui...jenis suara apa dan keluar darimana...yang paling cocok untuk kita ketika kita membaca al qur an.



Untuk teknis pembacaan

1. Saya pribadi memulai untuk memperbaiki bacaan al qur an dengan belajar mengatur ritme...panjang dan pendek suatu huruf, belajar membedakan mana yang 2 harokat, 4 harokat atau 6 harokat. Setiap hari saya konsisten untuk memperhatikan panjang pendek bacaan (walaupun saat itu tajwidnya masih belum benar) karena dengan mengatur panjang pendek bacaan al qur an...insya ALLAH bacaan kita akan lebih terarah dan paling tidak.... lebih enak di dengar oleh telinga telinga yang mendengar.

2. Setelah konsisten dengan pengaturan panjang pendek bacaan, dan saya rasa tidak punya masalah lagi dengan panjang dan pendek bacaan, saya mulai membenahi makhrajul huruf saya yang berantakan...jujur.. ini adalah fase terlama buat saya dan butuh kesabaran. bagaimana teknik mengucapkan huruf huruf dengan tepat butuh kejelian telinga dalam mendengar tutor yang melatih atau kelihaian lidah untuk menimbang nimbang apakah sudah benar atau tidak.

3. Selama proses memperbaiki makhrajul huruf kita juga bisa menyelingi dengan menambah pemahaman kita akan hukum hukum bacaan al quran.

Inti dari semuanya adalah KONSISTEN untuk memperbaiki dan menerapkan setiap bacaan sesuai dengan sebagaimana mestinya. Jangan malu dan jangan takut untuk mengeluarkan suara. Bacalah dengan penghayatan sesempurna mungkin.

Dan yang utama adalah memohon kepada ALLAH untuk selalu didekatkan hati ini kepada AL Qur an. Dimudahkan azzam ini untuk senantiasa mempelajarinya.


wallahu a'lam bishowab

Jumat, 12 November 2010

Sepucuk "Hidayah" Buat Seorang Sahabat

Oleh : Aidil Heryana, S.Sosi

dakwatuna.com -
“Celakalah Khalid. Semoga tuhan Romawi melaknatnya.” Sumpah serapah itu keluar dari mulut Argenta seraya menarik tali kekang kudanya meninggalkan medan perang yang masih berdebu. Samar-samar terlihat ribuan tentara Romawi mulai mengambil langkah seribu.

Argenta masih terengah-engah menahan lelah setelah seharian bertempur. Jiwanya masih terguncang menghadapi kenyataan pahit kekalahan pasukannya, ditambah lagi sebuah peristiwa tragis masih membekas di pelupuk matanya. Ketika Argenta harus menyudahi duel mautnya melawan orang yang selama ini amat disegani, seorang jenderal, panglima perang sekaligus seorang sahabat yang selama ini menjadi atasannya. Gregorius Theodorus, panglima Romawi yang menjadi muslim tewas di ujung pedang bawahannya sendiri, Argenta.

“Lari, ini instruksi Kaisar Heraklius!!! Kita harus mundur ke Armenia. Berlindung dengan pasukan panah.” Margiteus resah. Topi besi yang menutupi kepalanya melorot sepertiganya. Upaya evakuasi itu sungguh melelahkan.

“Apa yang terjadi dengan Gregorius?”

“Dia sudah mati.”

“Oh, malang benar orang itu.”

Dia seorang muslim,” imbuh Margiteus getir sambil mengusap-usap pedang panjangnya.

“Hah, mustahil. Mana mungkin! Dia seorang Kristiani yang taat.”

“Aku telah membunuhnya.” Argenta terduduk lesu

“Cuma aku kesal dan menyesal, kenapa bisa seorang panglima ulung yang pernah dimiliki bangsa Romawi harus mati di ujung mata pedangku.”

“Siapa yang akan menggantikannya?”

“Wardan.”

“Hah!!? Orang itu tahu apa tentang perang!” Argenta merasa sangat kecewa.

“Dia veteran perang wilayah tengah dulu. Kaisar Heraklius yang memberi restu.”

“Bodoh benar! Kenapa posisi strategis diberikan kepada veteran yang sakit. Orang itu tahunya cuma bagaimana bisa kabur. Si Pengecut itu mana mungkin mampu menahan gempuran pedang orang Islam.”

Bunga-bunga api terpecik dari ranting kering yang coba disulut Argenta. Bara api menjalar-jalar hampir menyentuh sepatu kulit lembunya yang berdebu tebal.

“Kita pernah menaklukkan sepertiga dunia. Tapi kita kalah dari orang-orang Khalid yang berperang tanpa baju besi. Ini salah siapa? Merekakah yang kuat atau kita terlalu lemah!?”

“Mereka tak takut mati. Mereka menyukai mati seperti halnya kita menyukai hidup ini.”

Kau pernah melihat Khalid.”

Pernah. Dua kali. Pertama sewaktu aku melakukan tugas pengintaian di Parsi. Kedua saat dia bertarung dengan Gregorius sebelum dia memeluk Islam.”

“Berjanjilah atas kebenaran wahai sahabatku, Margiteus. Apakah begitu gagah manusia bernama Khalid itu?”

“Pernahkah kau mendengar cerita para tentara Romawi mengenai kegagahan Khalid.” Margiteus tersenyum getir. Dia menghela nafas, lesu sambil melempar pandangan jauh ke gugusun bintang-bintang yang menghias cakrawala.

Argenta mengerutkan keningnya. Rasa ingin tahunya menyelinap ke seluruh penjuru batok kepalanya. Menumbuhkan tanda tanya.

“Tuhan mereka telah menurunkan sebilah pedang dari langit kepada Nabi Muhammad lalu diserahkannya kepada Khalid. Dan setiap kali Khalid menarik pedangnya dia menjadi perwira tidak terkalahkan. Tiada lawan yang dapat mengalahkannya sehingga mendapat gelar ‘Pedang Allah’ dari Nabinya.”

Argenta terpana sendirian. Kagumnya menelusup mendengar cerita-cerita yang selama ini menjadi gunjingan teman-teman seperjuangannya. Malah menjadi igauan para kaisar di imperium Romawi.

Bagaimanakah para tentara Parsi yang berbesi pemberat di kaki, agar mereka tidak lari dari medan perang, namun bisa hancur luluh oleh pasukan Khalid? Dia telah menguasai jalur perniagaan di kota Tadmur dan menguasai Qaryatain di wilayah Homs. Kemudian satu persatu wilayah Syria jatuh ke tangan mereka. Hawarin, Tsaniat-Iqab dan Busra. Semua lebur. Porak poranda. Hancur. Pasukan semut menumpaskan bala tentara gajah. Musibah apakah yang tengah menimpa imperiumku ini?

“Pedang Allah, dongengmu memang hebat. Mungkin hanya aku seorang dari ribuan pejuang Romawi yang tidak mempercayainya.” Ketus Argenta menahan amarah. Margiteus sudah bangun dari tidurnya, dia menyarungkan pedangnya ke sisi kuda perang yang tengah asyik memamah santapan rumput hijau. Margiteus tampak lesu. Mungkin sesuatu yang berat sedang dipikirkan. Episode perang esok, entah apa yang akan terjadi?

***

Perang di bumi Yarmuk bertambah hebat tatkala masuk hari kedua. Ada prestise yang perlu dipertahankan. Pasukan perang Romawi sekuat tenaga mempertahankan Syria, wilayah kekuasaannya di sebelah timur. Sementara para pejuang Islam membawa misi membebaskan Syria dari cengkeraman pejajahan Romawi di samping tugas berat menyebarkan dakwah Islamiah.

Khalid dengan lantang menggelorakan semangat jihad. Semangat jihad yang bagaikan suatu keajaiban telah dapat mengalahkan 240.000 pasukan Romawi walau hanya dengan kekuatan 39.000 tentara Islam yang berani berkorban demi agama mereka.

Argenta menjadi gentar dan seperti tak bernyali lagi menghadapi kehebatan tentara Islam yang terus menggempur, menyerbu dan merangsek bagaikan air bah yang pantang surut. Namun bukan berjiwa ksatria namanya kalau harus menerima begitu saja kenyataan pahit itu. Tatkala Argenta merasakan ada titik-titik kelemahan dari tentara Islam disitulah upaya serangan balik dilakukan. Mereka menghantam sayap kiri dan sayap kanan barisan kaum muslimin. Sementara pertempuran semakin memanas, Margiteus seperti tak terlihat kehadirannya di sana, dia lenyap dalam hiruk pikuk Yarmuk.

“Wahai tentara Romawi, rekan-rekanku pembela kaisar yang setia. Perang ini adalah perang tanding satu tentara Khalid lawan enam pasukan Romawi. Kalian bukan anak-anak Romawi kalau mati di tangan mereka yang sedikit dan lemah itu.” Argenta meniup semangat pasukannya.

Medan pertempuran semakin bergolak, kepulan debu, dentingan pedang seakan tak pernah berhenti. Sesekali terdengar jeritan satu dua tentera meregang nyawa, dalam erangan panjang yang memilukan. Ya! Perang memang sesuatu yang kejam, seperti tak ada ruang untuk diberi belas kasihan. Benarlah, dalam perang rasa kemanusiaan seakan sudah mati!

“Kaisar Heraklius melarikan diri ke Constantinople.” Teriak salah seorang tentara Romawi di tengah berkecamuknya perang itu. Laungan teriakan itu timbul tenggelam seakan ditelan kalutnya pertempuran, nyaris tidak diketahui dari mana asal suara itu. Hal ini menjadi hantaman dahsyat yang meredupkan semangat juang para tentara Romawi. Seorang Kaisar merangkap panglima tertinggi melarikan diri! Tragis!!! Suatu tindakan sangat pengecut, setidaknya itu yang ada di benak Argenta.

Dampaknya mulai terasa, luar biasa. Tentara Romawi mulai gentar. Mereka tidak lagi memiliki garis komando di medan tarung itu. Daya tempur merosot drastis. Mereka mulai berhitung bila melanjutkan perang, nyawa melayang atau menjadi tawanan tentara Islam. Akhirnya banyak diantara mereka yang memilih undur diri. Nyawa lebih penting!

“Bukan kaisar saja yang begitu. Semua panglima sama saja. Membiarkan tentaranya bertempur di barisan depan. Sementara mereka mengambil posisi di barisan belakang. Mereka dapat dengan leluasa melarikan diri. Mengapa mereka menjadi penakut seperti itu. Ingat! Kita berjuang demi Romawi dan diri kita sendiri. Bukan demi Kaisar.” Argenta memprotes semangat pasukan Romawi yang mulai luntur.

Jangan coba-coba durhaka kepada Kaisar. Kaisar banyak tugas yang harus ditunaikan. Kita dalam keadaan terjepit sekarang. Tidak ada yang mengatur strategi. Apatah lagi mendeteksi taktik musuh dan memompa semangat para tentara. Kita terpaksa mundur juga.” Sergah seorang tentara menegur Argenta yang merasa kecewa. Rasa iba muncul dalam dirinya. Diakui memang sukar mencari tipikal prajurit Romawi sekaliber Argenta kini. Tapi apalah daya, sedangkan Kaisar sendiri melarikan diri. Apalah yang diharapkan para tentara kini, yang mereka tahu hanya menjunjung perintah. Tanpa jati diri yang teguh.

“Perhatian! Perhatian! Tentara Khalid menyerang dari belakang!” Teriakan itu membuyarkan lamunan para tentara Romawi itu. Argenta mulai beringsut dibelakang kuda warna coklat gelap, mencoba membalap kuda tentara tersebut.

“Lihat di medan sana.” Argenta menoleh sambil memastikan letak yang ditunjuk itu. Dari kejauhan peperangan masih berlangsung walaupun tidak sehebat tadi karena banyak tentara Romawi yang sudah melarikan diri. Yarmuk bergolak lagi.

“Kenapa? Ada apa?”

“Lihatlah manusia yang paling di depan di kalangan mereka. Itulah Khalid.” Bola mata Argenta gesit membidik sasarannya. Terekam kegagahan Khalid di kelopak matanya. Khalid sedang melaju dengan kudanya. Paling terdepan dan paling piawai berkuda. Dia menangkis setiap hambatan di depannya sambil melaungkan kalam Allah, mengobarkan jihad para pejuangnya. Dia menebas leher-leher musuh. Baginya tak mengenal kamus mundur atau pun takut. Mengapa tidak ada perwira Romawi seperti dia?”

“Ketua mereka bertempur paling depan tetapi mengapa bukan Kaisarku yang bertempur paling depan. Inikah yang dikatakan pembela rakyat dan penerus imperium Romawi. Kini tidak saja terdengar kebobrokan orang-orang Istana di Eropa, tapi juga semuanya telah menular ke seluruh pelosok dunia. Pemerintahan Tiranik! Pemeras airmata dan darah rakyat. Apakah ini balasan Tuhan kepada imperium Romawi?”

Tanpa sadar air mata Argenta menetes. Inilah perasaan terhina yang baru pertama kalinya dirasakan. Kecintaannya kepada Romawi sangat tinggi. Ketaatannya kepada Kaisar tiada berbagi. Mengapa harus dibayar pengorbanan para tentaranya dengan sikap pengecut para atasannya. Kuda dipacu Argenta secepat-cepatnya. Biarlah kesengsaraan ini harus ditanggung terbang bersama deru angin. Dia pasrah. Samar-samar terlihat kota Damascus berdiri megah. Apakah kota ini sekokoh dulu? Argenta makin terbawa dalam lamunannya.

Pasukan Romawi kalah telak di tangan kaum muslimin. Mereka kehilangan 50,000 orang tentaranya. Rata-rata mereka mencari perlindungan di Damascus, Antokiah dan Caesarea serta ada juga yang turut mabur bersama Kaisar Heraklius ke Constantinople. Pertempuran sehari itu meninggalkan satu catatan buruk dalam sejarah perang Romawi yang sulit dihapus dalam sejarahnya. Mereka harus bertekuk lutut dengan pasukan yang bilangannya jauh kecil dengan peralatan perang yang jauh tertinggal dibanding mereka.

***

Pasukan Romawi semakin terdesak. Kota Damascus dengan mudah jatuh ke pangkuan kaum muslimin. Kota itu diserbu tatkala Raja Jabala IV mengadakan jamuan kelahiran anak lelakinya. Khalid bersama beberapa orang tentara Islam berhasil memanjat tembok kota sekaligus membuka pintu gerbang al-Syarqi dan al-Jabiat. Panglima Vartanius yang mengepalai tentara Romawi di Kota Damascus terpaksa melarikan diri ke Homs bersama sisa-sisa tentaranya. Raja Jabala IV terpaksa mengirim utusan damai dan memilih membayar jizyah kepada kaum muslimin. Argenta melarikan diri ke Antokiah.

“Argenta, ada surat dari sahabatmu, Margiteus,” Seorang lelaki yang telah berumur memberikan sepucuk surat kepada Argenta. Langsung wajah Margiteus membayangi hampir seluruh pikirannya di pagi yang cerah di Antokiah. Bukankah Margiteus sudah ditawan di Yarmuk dulu? Dia masih belum mati?

Argenta,

Sungguh pun surat ini mungkin menimbulkan tanda tanyamu tapi percayalah aku di sini senantiasa sehat dan sentosa di bawah lindungan Allah.

Aku masih hidup. Aku tidak seburuk yang kau gambarkan. Aku diberi makan sebagaimana makanan mereka. Aku tidak dikuliti atau dibelenggu kaki dan tangan untuk diinterogasi. Mungkin dengan inilah menyebabkan aku mengenal Allah swt yaitu Tuhanku dan juga Tuhanmu walau waktunya mungkin sangat singkat.

Sahabatku, aku tidak dalam tekanan. Aku tidak dalam keadaan dipaksa sebagaimana biasa dilakukan pemerintah Romawi yang menyeret paksa rakyat dengan kuda karena menunggak pajak. Ada ketenangan di sini sehingga aku bisa mengenal siapa sesungguhnya diriku, tujuan hidup dan agamaku yang satu. Semuanya jelas dan terbentang indah di benak sanubari ini.

Argenta,

Khalid tidak sekejam yang kau gambarkan. Dia mungkin keras dan garang di medan juang. Tapi dia masih mampu mengulur roti kepada tawanan yang tahu arti menghormati. Raut mukanya tenang menyiratkan keteduhan jiwanya, hal itulah yang membuat siapa saja tidak menyangka kalau dia itu Khalid, panglima Islam paling agung. Percayalah!

Kau ingat juga kan dongeng tentang Khalid? Pedang yang konon diturunkan dari langit. Itu semua dusta. Mungkin itu hanya cerita para penakut yang muncul dari para lawan tarungnya setiap kali berhadapan dengan pedangnya. Pedang Khalid hanya besi yang ditempa seperti pedang lain. Tidak ada yang istimewa. Khalid dahulu juga seperti kita. Dia penentang Islam dan Rasulnya. Setelah mendapat hidayah dia beriman. Gelar Pedang Allah hanyalah doa Nabi Muhammad ke atasnya bahwa dia adalah pedang di antara sekian banyak pedang Allah, terhunus buat menghadapi orang musyrik. Nabi Muhammad mendoakan agar Khalid senantiasa menang di setiap perang yang diikutinya.

Argenta,

Kau tentu bertanya apa yang menyebabkan aku memilih Islam. Bukan saja karena kebenaran ajarannya tetapi karena keluhurannya. Aku bertanya pada Khalid. Bagaimana kedudukanku seandainya aku memeluk Islam dibanding dengan dirinya yang sudah bertahun-tahun memeluk Islam. Jawabannya sama saja di sisi Allah malah mungkin lebih mulia darinya sebaik ungkapan syahadah di bibir dan diyakini di dalam hati. Aku sungguh takjub. Sampai sebegitukah? Tanyaku mana mungkin jadi seperti itu. Kata Khalid dia pernah hidup bersama Nabi dan menyaksikan keajaiban dan petanda keRasulan dan kebenarannya sedangkan orang setelahnya dapat menerima Islam walaupun tidak pernah menyaksikan dan berjumpa dengan Baginda, maka tentunya dia lebih mulia.

Mungkin kau menuduhku sebagai pengagum Khalid. Mungkin tuduhanmu itu benar. Tapi percayalah aku mengagumi perjuangannya bukan jasadnya. Cintanya sangat tinggi kepada Allah dan Rasulnya. Itulah yang membuatnya tidak gentar menghadapi musuh. Dia ingin benar mati di medan perang. Tidak seperti kita yang sungguh takut akan kematian karena kecintaan kepada dunia ini. Aku bertanya-tanya. Kalau begitulah kondisi Khalid. Tentu sungguh agung sekali agama dan pegangan yang dianutnya. Dia setia, jujur, luhur, optimis dan seorang genius perang. Sesuatu yang sukar dicari dalam diri kita sendiri.

Argenta,

Sudilah aku menyeru kepadamu ke jalan kebenaran yang hakiki. Aku tahu selama ini kau dibelenggu ketaatan kepada Romawi. Aku masih sayang akan Romawi seperti juga kau. Islam tidak memisahkan kita dengan Romawi. Islam bukannya milik bangsa Arab. Di sini aku ketemu orang-orang hitam dari benua Afrika yang selama ini kita anggap hanya layak mengangkat tahi para petinggi kita, atasan kita. Di sini segalanya sama lantas inilah yang menyadarkan aku tentang arti kemuliaan insan yang tidak kita temui di Romawi.

Kita tetap sahabat. Agamaku tidak memutuskan rasa kasihku kepadamu. Kau tetap seorang sahabat yang akan ku kenang selagi hayat ini di kandung badan. Cuma aku harap persahabatan ini lebih manis kiranya dapat kau membuka hatimu menerima hidayah-Nya. Semoga Allah menemukan kita, sahabat. Wassalam.

Margiteus

Argenta meremas surat itu di tangan. Ada kepedihan menjalar ke ulu hatinya. Sakit dan perih. Apakah ini benteng egoisme paling tinggi yang berusaha ditahannya atau gelombang pembelotan dari sahabat sejatinya. Argenta mengepalkan tangan membiarkan tulang temulang jarinya berderap.

***

Pasukan Islam menuju utara Syria yang dipertahankan Kaisar Heraklius. Kota Homs jatuh bertekuk lutut sebagaimana pasukan Romawi di Balbek ditumpas abis. Bertempurlah kaum muslimin di kota Aleppo yang terkenal sangat tangguh pertahanannya selama berabad-abad. Allah menolong kaum muslimin dengan kemenangan yang dijanjikan-Nya. Pasukan Romawi akhirnya mundur ke benteng terakhir di Antokiah. Tentara Romawi diperintah membuat serangan habis-habisan mempertahan kota. Mereka digempur habis-habisan oleh pasukan Khalid.

Argenta memerah keringat di medan perang. Dia mengayunkan pedangnya sesuka hati. Tidak berpikir lagi sabetan itu kena musuh atau kawan. Hatinya terbagi dua. Satu sisi terbetik di hatinya kebenaran kata-kata Margiteus tetapi egoismenya masih mengatasi segala-galanya.

“Argenta! Kuasa Allah telah menemukan kita.” Argenta menoleh. Ditatapnya manusia di hadapannya. Gagah dengan (niqob) cadar hitamnya. Darah yang mengalir di sekitar kening menyulitkannya mengenal dengan pasti orang bercadar itu. Pedang berukir matahari menyadarka tanda tanya Argenta.

“Kau Margiteus”

“Apa kabar sahabatku.” Margiteus tersenyum menatap sahabatnya. Argenta merasa terpukul dengan ketenangan yang tergambar di wajah sahabatnya itu. Nampak jelas dia bahagia sekali dengan kehidupannya kini. Penuh keyakinan.

“Pembelot, kau mengkhianati bangsa Romawi,” Argenta berusaha memancung kepala Margiteus. Margiteus tenang menahan diri. Mereka saling beradu pedang. Sesekali pedang mereka bersilang. Margiteus dengan tenang terus mendakwahi sahabatnya.

“Berimanlah kepada Allah, sahabatku. Kau bis berdamai dengan pihak Islam bila bersepakat membayar jizyah kecali bila tidak mampu membayarnya. Kami berjanji akan memberimu perlindungan. Kau tetap menjadi sahabatku. Romawi tetap megah bahkan akan lebih bersinar dengan cahaya Islam.”

Diam, pembelot!” Argenta naik pitam. Mereka bertarung hingga melelahkan.

“Jangan menipu diri sendiri Argenta. Jangan mendustai hidayah yang Allah turunkan padamu. Apakah akan kau biarkan rasa congkak dan egomu menguasai dirimu?” Margiteus tidak putus-putus mendakwahi.

“Percayalah ucapanku. Kebenaran itu sudah kau temukan dalam dirimu. Cuma kau masih ragu-ragu padahal dia sudah jelas di depan mata. Lihatlah dunia yang kita arungi ini. Adakah karena Romawi megah seperti yang kau banggakan. Adakah karena Romawi yang dibohongi dengan mitos dan kemustahilan menyekat nur ilahi yang ada pada dirimu. Bangunlah sahabat.”

“Tutup mulutmu atau aku akan penggal kepalamu menjadi makanan anjing-anjing Kaisar,” amuk Argenta semakin menjadi-jadi. Dia seakan tengah melawan rasa bersalah yang dipendamnya. Benarkah dia membohongi dirinya. Kalau dia benar mengapa hatinya memberontak. Menjerit meminta kebebasan dan kebenaran. Ah…, aku benci semua ini!

Dalam keadaan termangu-mangu pedang Argenta terdesak ke tepi. Memberi peluang terbuka bagi Margiteus untuk menebas kepala Argenta. Argenta terbeliak memperhatikan mata pedang Margiteus jatuh tepat di hadapan mukanya. Tangan Margiteus menggigil. Dia berusaha mengelak dan ini memberi peluang kepada Argenta mencuri kemenangan. Perut Margiteus ditusuk hingga tembusi ke belakang badannya. Darah memuncraut bersimbah ke muka Argenta. Rasa sesal menjalar merasuki naluri Argenta. Lantas dia merangkul Margiteus yang hampir tersungkur. Kedua-duanya melemah. Lesu.

“Lepaskan saja aku, Argenta. Uhh…. . Bukankah aku pembelot Romawi dan mengkhianati persahabatan kita?”

“Kau dapat memancung kepala aku tadi. Mengapa tidak kau lakukan? Aku lebih rela mati. Aku merasa sungguh bosan dan benci diriku sendiri.”

“Tahukah kau dalam Islam… membunuh seorang manusia itu bagaikan membunuh seluruh umat manusia. Kami dibenarkan membunuh orang yang menentang agama kami secara kekerasan. Itupun kepada yang mengangkat senjata. Tidak boleh terjadi pembunuhan terhadap anak-anak, wanita dan orang tua serta yang uzur…. Ohhh”

“Akulah yang menentang kau dan agamamu. Mengapa kau tidak membunuhku saja.”

“Apakah ada pedang Romawi yang paling berat melainkan pedangku ini. Pedang yang terpaksa aku jauhkan dari leher seorang sahabat sejati. Betapa pedih kau mendustai dirimu, tapi lebih pedih lagi diriku yang memikirkan persahabatan ini. Aku tak mampu menyisihkannya. Aku berdosa terhadap agamaku… Allahhh…”

“Tidak, Margiteus. Agamamu adalah kebenaran yang ku cari. Cuma aku khawatir kau sudah melupakan persahabatan kita. Aku terlalu egois. Aku menipu diriku sendiri! Aku menipu kau wahai sahabat! Maafkan aku.”

“Cukuplah kau tahu betapa dalamnya persahabatan ini. Ingatlah, dalam Islam kemanusiaan itu tidak hilang meskipun dalam peperangan. Kita bertemu karena Allah dan berpisah juga karena-Nya. Kalau kau mengasihiku. Inilah aku yang kau lihat akan mati. Kalau kau mencintai kehormatan dan kemegahanmu semua itu juga akan lenyap dan binasa. Tapi seandainya kau mencintai Allah, Dia sesungguhnya tidak pernah mati ataupun binasa….”

“Sungguh Margiteus. Aku bersumpah dengan nama tuhanmu. Aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, Muhammad. Apakah aku akan membohongi diriku lagi di saat kau begini..?”

Margiteus menahan perih luka tusukan pedang di lambungnya. Dirasakannya luka tusukan itu telah menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia tersenyum mendengar keimanan Argenta. Perlahan-lahan jasadnya kaku mengiringi lafaz syahadah di mulutnya. Argenta terisak meratapi sahabatnya. Perang dirasanya sunyi. Sepi.

Sumber: Seri Sahabat Nabi, Khalid Al-Walid & Abu Hurairah, K Publishing & Distributors Sdn. Bhd., Kuala Lumpur, 1990

Jumat, 05 November 2010

aku di sangka copet man…!!!

Kejadian ini...sebenarnya sudah berlangsung beberapa tahun yang lalu...kayaknya bagus juga untuk di share disini

Malam yang bikin BeTe…

Bayangin aja man….gara2 nih kepala pusing.Aku gak sengaja nabrak bapak2 gendut botak yang baru keluar dari mobil.Eh…baru beberapa langkah…tiba2 tuh bapak2 manggil aku sambil marah2. Dia pikir aku ngambil dompetnya…

Jadi copet?????….IIIIIhhhhh…gak banget deh….Lagian tuh bapak2 gak liat apa aku kan pake jilbab, wah bisa turun pasaran, mana banyak orang lagi yang ngerumunin aku. Spontan aku jadi emosi…"EH PAK..SEMBARANGAN NUDUH2 ORANG…dari zaman nenek moyang saya gak ada turunan copet"(kalo jambret sih gak tau….).

Trus tuh bapak2 marah2 gazebo (gak zelas bow!!!) getoh…sambil ngancem mau bawa aku ke yang berwajib

Untung aja ada yang nengahin…"Pak coba liat di mobil siapa tau ketinggalan…".

Bener aje man…tuh dompet nyelip disela jok mobilnya.Aku nyerocos aja lagi…"Makanya pak kalo punya mata taro dikepala…jangan asal sembarang nuduh orang, emang lu kira enak dituduh sembarangan..?".

Tuh bapak2 kayaknya malu ma aku…en…dia nyodorin uang 100 rb ma aku sbg ongkos minta maap…."GAK…saya mau tuntut bapak atas nama pencemaran nama baik…"aku bilang aja gitu…Eh si bapak2 itu nambahin sodorannya jadi 2 rts rb."GAK…" .Tapi orang2 yang ngerumunin aku maksa aku biar damai aja…Ya udah ambil aja deh…lumayan….lagian aku laper…

Trus biez tuh aku ke J.CO donuts aja…donat kesukaan ku…apalagi yang almond (wu….).Apalagi gratis hi..hi…tentunya makin wwwuuueeeennnakk…

Tapi man…baru aja mau nyuapin tuh J.CO tercintaku ke mulut…(padahal udah nganga nih mulut…) Eh…tiba2 nyokap bangunin." Bangun…katanya mo sahur….".

"AAAAAGGGGGHHHHH……!!!!!" pengen teriak rasanya….karena aku kehilangan J.CO almond ku…hu…hu…..kesian kan…makanya aku BeTe