Jumat, 09 Januari 2009

Maryamah Karpov

Maryamah Karpov tetralogi keempat dari Andrea Hirata yang kutunggu-tunggu...menurutku bacaan ini masih menggambarkan karakter Ikal yang kuat dan tidak mudah menyerah. Terus terang aku kagum dengan perjuangannya. Dalam cerita ini diceritakan Ikal baru saja pulang dari Perancis setelah menamatkan gelar masternya. Dan kembali menjalani kehidupannya seperti semula...dikampung menjadi pengangguran dan pemimpi berat. Klimaks cerita dimulai dari ketika ia menemukan rajah kupu-kupu dari seorang tionghoa yang mati terdampar dilaut. Rajah kupu-kupu yang mengingatkan ia akan sosok A Ling yang dicari-cari selama ini dalam pengembaraannya diseparuh dunia. Ikal merasa mendapatkan titik terang dalam pencariannya. dan sejak saat itu ia bertekad untuk menemukan A Ling...apapun rintangannya. Tapi ternyata semua tak semudah yang dibayangkan karena Ikal harus menghadapi beberapa rintangan yang berat.

Rintangan pertama adalah Ikal harus mencari uang sebanyak-banyaknya untuk mencari A Ling. Dari pekerjaan paling kasar menjadi kuli sampai paling halus yaitu mengirimkan artikel-artikel ilmiah ke bulletin kampus dilakukannya demi cinta. Tetapi hasilnya Nihil tetap saja Ikal tak mampu mencapai targetnya

Rintangan kedua adalah ia harus membuat perahu sendiri....kasus ini pada akhirnya terpecahkan karena ingatannya pada sosok Lintang. Ada satu kalimat yang aku suka dari Lintang " Kesulitan akan gampang dipecahkan dengan mengubah cara pandang, Boi ". Kalimat inilah yang membuat Ikal mengubah sudut pandang dirinya dari tidak tahu apa-apa menjadi seorang pembelajar sejati. Kisah membuat perahu ini sangat kental dengan muatan ilmu-ilmu fisika, geometri dan sejarah. Ini memberi pelajaran kepada kita bahwa ketika kita menghadapi masalah... maka pandanglah dari sudut yang bermacam-macam karena disitulah kesejatian sebuah ilmu. Tidak berdiri sendiri...

Rintangan ketiga adalah ia harus menghadapi tokoh-tokoh yang sangat ditakuti dan disegani oleh masyarakat belitong, yaitu "Tuk Bayantula dan Tambok". Rintangan ini terpecahkan karena kecerdikan seorang Mahar sahabat ikal yang "unpredictable" dan genius dalam bidang ilmu perdukunan. Penyelesaiannya juga sangat sederhana... yaitu hadiah sebuah TV dengan semut-semut sebagai aktornya :) yang ia berikan kepada Tuk Bayantula yang pada akhirnya meluluhkan hati Tuk Bayantula untuk membantu Ikal dalam menghindari kejahatan Tambok. Pada kisah ini pada akhirnya Ikal berhasil menemukan A Ling. Kisah pada rintangan ketiga ini juga syarat dengan muatan sejarah.

Hal yang konyol dalam cerita ini adalah tradisi taruhan yang dilakukan oleh warga Belitong. Kemudian bagaimana kekeuhnya ketua Karmun merayu Ikal untuk mencabut giginya di klinik dokter Diaz. Sebuah pertaruhan antara kemampuan dan harga diri juga terjadi disaat drg Diaz mencoba mencabut gigi Ikal. Trus kejahilan Ikal dalam "membohongi" ibu nya untuk lari dari shalat witir berjamaah demi menemui A Ling pujaan hatinya.

Hal yang aneh dalam cerita ini adalah kemudahan dalam kesulitan yang seringkali muncul tiba-tiba dan dalam cara yang sederhana,contoh sewaktu Ikal menghadapi sidang masternya yang di uji oleh "La Plagia" seorang dosen cerdas, galak, nyelekit dan sangat ditakuti oleh mahasiswa-mahasiswanya. Semudah itukah? kalau memang "La Plagia" adalah seorang perfeksionis, ia seharusnya tau waktu dan tempat yang cocok untuk sekedar berbincang dengan profesor Turnbull. Keanehan lainnya judul maryamah karpov (seorang wanita pemain biola yang kerap kali menemani Ikal dalam kebingungannya memecahkan misteri pembuatan perahu) yang sampai sekarang aku masih gak ngerti apa hubungannya. Juga tentang televisi bersemut yang diberikan kepada Tuk Bayantula...emangnya ada listrik penghubung di pulau terpencil seperti itu? Kalau memang ada listrik seharusnya tuk bayantula gak jadi norak gitu ngeliat TV bersemut. Terus...katanya Tuk Bayantula galak...dan sadis.

Ending dari cerita ini begitu tidak terduga... karena Ikal tidak seberuntung Arai dalam menemukan jodohnya. Niatan Ikal untuk menikahi A Ling tidak disetujui oleh ayah juara satunya.

At least...aku suka buku ini karena syarat ilmu pengetahuan. Tapi saya masih lebih suka karya Andrea Hirata yang ketiga..."Edensor".

Tidak ada komentar: